MARGALUYU 151

Senin, 05 Desember 2011

Makna Tulisan Jawa dalam Kaligrafi "SEMAR"



Ini merupakan kaligrafi yang berbentuk tokoh wayang Semar, yaitu salah satu tokoh punakawan yang merupakan pengasuh dari para Pandawa. Nah…itu yang tulisannya keriting-keriting di dalamnya itu tulisan Jawa, ada tujuh kalimat dalam gambar itu yang kurang lebih bacanya sebagai berikut:

1. Sugih tanpo bondho

2. Ngluruk tanpo bolo

3. Menang tanpo ngasorake

4. Surodiro jayaningrat lebur dening pangastuti

5. Sekti tanpo aji

6. Digdaya tanpo jopo

7. Sentosa tanpo mantra

Makna dari tulisan di atas kurang lebih adalah sebagai berikut:

1. Sugih Tanpo Bondho = kaya tanpa harta. Artinya, bahwa kekayaan itu bukanlah yang disebut sebagai kaya harta / materi saja. Kekayaan yang sejatinya adalah kekayaan yang ada di dalam hati dan jiwa kita, misalnya suka memaafkan, santun, menghargai kepada orang lain tanpa membeda-bedakan karena status dan sebagainya, tidak memandang rendah kepada orang lain, berlaku sopan, menghargai yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, kaya disini maksudnya adalah KAYA AKAN BUDI PEKERTI/MORAL/AHKLAK. Itulah kaya yang sejatinya.

2. Ngluruk Tanpo Bolo = mendatangi musuh tanpa bala bantuan. Artinya, kita bersifat KESATRIA. Berani menghadapi musuh sendirian dengan berlandaskan pada kebenaran, selama kita dipihak yang benar. Jangan takut untuk mengemukakan kebenaran itu, meskipun kita sendirian.

3. Menang Tanpo Ngasorake = menang tanpa harus merendahkan orang lain atau musuh. Meskipun kita benar dan kita menang, tapi yang menjadi lawan kita tidak merasa direndahkan / dilecehkan, tanpa menimbulkan sakit hati di pihak lawan. Jadi meskipun menang tapi tidak menimbulkan kebencian dalam hati lawan karena merasa direndahkan.

4. Surodiro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti = segala kebatilan/ kemungkaran/kejahatan pasti akan dapat dikalahkan dengan kebenaran.

5. Sekti Tanpo Aji = sakti / ampuh tanpa memakai aji-aji / senjata kesaktian, dimaknai sebagai orang yang sakti / unggul / ampuh karena keluhuran budi pekerti, sikap / perbuatan yang terpuji / mulia / baik. Orang lain / musuh akan segan dan menghormati kita karena sikap dan tingkah laku kita yg baik, terpuji / mulia.

6. Digdaya Tanpo Jopo = ampuh / kuat, kuat tanpa jopo, digdaya adalah orang yang tanpa musuh di semua tempat dan waktu selalu diliputi dengan kebaikan.

7. Sentosa Tanpo Mantra = kuat, gagah tanpa mantra, kedua kalimat terakhir ini hampir sama maknanya. Intinya bahwa kekuatan diperoleh berlandaskan kepada TEKAD / NIAT / KEMAUAN yang kuat dalam menghadapi segala situasi yang dihadapi tanpa harus merapal ajian / mantra. Tekad / niat / kemauan yang kuat itu sendiri merupakan modal yang utama untuk mencapai suatu tujuan, dengan niat yang baik, dan pasrah akan kepada kehendak dan keputusan Tuhan.

Qanaah


Qana’ah artinya ridha dengan sedikitnya pemberian dari Allah. Karena itu ada sebagian ahli tasawuf mengatakan, bahwa seorang hamba adalah sama seperti orang merdeka bila ia ridha atas segala pemberian, dan seorang merdeka sama seperti seorang hamba bila bersifat thama (rakus). Sebagaimana dikatakan dalam syair :
“Seorang hamba menjadi merdeka bila ia ridha (menerima apa adanya) dan seorang merdeka menjadi budak bila ia minta-minta. Maka terimalah apa adanya, janganlah meminta-minta, tiada sesuatu yang tercela selain rakus (thama).”
Menurut Prof. Dr. Hamka dalam bukunya “Tashawwuf Modern”. Qana’ah ialah menerima cukup. Qana’ah itu mengandung lima perkara, yaitu :
  1. Menerima dengan rela apa yang ada.
  2. Memohonkan kepada Tuhan tambahan yang pantas dan berusaha.
  3. Menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan.
  4. Bertawakkal kepada Tuhan
  5. Tidak tertarik oleh tipu daya dunia.
Orang yang mempunyai sifat qana’ah adalah orang menerima apa saja yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadanya. Ia tidak akan tergiur oleh kemewahan atau kekayaan yang dimiliki orang lain, karena dirinya sudah merasa cukup. Dia sebenarnya sudah merasa kaya dari apa yang dimilikinya. Karena pada hakikatnya kekayaan itu bukanlah tergantung pada banyaknya harta, melainkan sifat menerima yang dimilikinya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
“Bukanlah kekayaan itu lantaran banyak harta, tetapi kekayaan adalah kekayaan jiwa”.
Maksud hadist ini adalah, bahwa jiwa yang sudah merasa kenyang dengan apa yang ada, tidak terlalu loba dan cemburu, bukan orang yang minta lebih terus-terusan. Karena kalau masih meminta tambah, tandanya masih kurang.
Rasulullah SAW bersabda pula :
“Qana’ah itu adalah harta yang tak akan hilang dan simpanan yang tidak akan lenyap” (HR. Thabrani dari Jabir)
Tokoh shufi Hasan Bashri mengemukakan masalah qana’ah yang ditemukan dalam kitab Taurat dengan katanya : “5 Kalimat disimpan dan dimuat dalam Taurat, yaitu :
  1. Kecukupan disimpan dalam qana’ah.
  2. Keselamatan berada dalam uzlah (mengasingkan diri).
  3. Kebebasan didalam mengekang syahwat.
  4. Mahabbah (cinta) didalam menyisihkan keinginan.
  5. Kegembiraan kekal didalam sabar (sementara hidup di dunia).
Dari gambaran ini, dapat dengan jelas diambil pelajaran, bahwa kecukupan seseorang adalah tergantung dari perasaan menerima apa adanya, tanpa ingin tambah terus menerus yang menandakan masih adanya kekurangan. Karena itu seseorang hendaknya mau memandang kepada yang lebih rendah dalam urusan harta. Hanya dengan jalan inilah, perasaan sudah cukup bisa dimiliki seseorang. Tidak terus menerus ingin bertambah harta kekayaannya.
Lebih dari itu, haruslah disadari bahwasannya harta benda yang ditumpuk-tumpuk tidak akan dibawah ke liang kubur, tapi akhirnya hanya ditinggalkan pada ahli warisnya sementara diakhirat masih diminta pertanggung jawabannya.
Perasaan seseorang yang memiliki qana’ah itu bagaikan seorang lapar kehausan ditengah perjalanan di terpa panas matahari, namun tiba-tiba secara kebetulan menemukan air. Sungguh bahagia sekali perasaannya saat menemukan air itu. Bahkan ada satu sya’ir menggambarkan masalah ini, yaitu :
“Sesungguhnya keridhaan (menerima apa adanya) itu bagaikan minuman yang sangat pahit, yang dirasakan orang yang menerima ketika merasakan kesusahan. Balasan keridhaan akan tampak dimasa datang, tidaklah usaha sedikit akan menghasilkan yang banyak”.
Maka barangsiapa yang telah memperoleh rizki dan telah cukup untuk dimakan pada waktu pagi, siang dan petang, hendaklah hati merasa tenang dan cukup. Orang Islam tidak dilarang bekerja mencari harta kekayaan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, dan memang orang Islam tidak diperbolehkan berpangku tangan, hidup meminta-minta dan sebagainya. Bekerjalah dengan giat dengan ibadah dan melaksanakan kewajiban agama.
Menurut pandangan kaum shufi, kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan jiwa sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah dalam sabdanya diatas. Begitu pula qana’ah yang dimaksud disini adalah qana’ah hati, bukan qana’ah ikhtiar, jadi berusaha dengan cukup, bekerja dengan giat, sebab hidup berarti bekerja, jangan sekali-kali ragu menghadapi hidup.
Qana’ah adalah basis menghadapi hidup, menerbitkan kesungguhan hidup, menimbulkan energi kerja untuk mencari rizqi, jadi berikhtiar dan juga percaya akan taqdir yang diperoleh sebagai hasil.(Sumber "Tashawwuf dan jalan hidup para wali" Karya Ust. Labib MZ dan Drs. Moh Al-'Aziz)

Ikhlas


Manusia diciptakan oleh Allah SWT. Hanyalah untuk beribadah kepadaNya menurut syariat atau aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam. Begitu pula dalam ibadah kepada Allah haruslah disesuaikah dengan garis-garis yang telah ditetapkan syariat serta hanyalah diniatkan semata-semata karena Allah dan mengharapkan ridhoNya untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Namun sayang sekali, kadang-kadang ada sebagian diantara manusia itu ada yang  menyimpang jauh dari tujuan diciptakannya semula, yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT. Selama hidupnya tidak dipergunakan ibadah, tapi hanyalah diisi dengan perbuatan-perbuatan maksiat, selalu melanggar larangan-larangan Allah dan lebih tragis lagi, ada yang mengkufuri atau mengingkari adanya Allah dan juga menetang syariatNya secara terang-terangan.
Selain itu, masih ada lagi yang lebih tragis lagi nasibnya, yaitu orang yang lahirnya sudah melaksanakan ibadah dan juga sudah meyakini kebenaran ibadahnya, namun salah dalam pelaksanaannya. Ibadahnya melenceng dari tujuan dan tidak sesuai dengan tuntunan Allah. Dalam hal ini adalah niat ibadahnya  tidak benar, yakni tidak sesuai dengan tuntunan Allah. Niat ibadahnya tidak ditujukan semata-mata karena Allah, namun ditujukan dan diniatkan kepada yang lainnya. Ibadahnya tidak semata-mata ditujukan kepada Allah dan mengharapkan ridhoNya, tapi demi mengharapkan pujian, sanjungan ataupun ingin dilihat oleh orang lain.
Dalam pandangan shufi, beribadah seperti itu tidak akan berhasil guna, bahkan sia-sia saja. Sebab tidak dilakukan secara ikhlas karena Allah. Ibadah seperti itu tidak akan diterima oleh Allah. Ibadah yang diterima oleh Allah adalah ibadah yang dilakukan secara ikhlas dan benar. Ikhlas artinya semata-mata ditujukan kepada Allah dan benar artinya dilakukan sesuai dengan syariatNya.
Beribadah secara ikhlas menurut definisi para ulama shufi adalah tidak ingin seseorang amalnya yang baik dilihat orang lain, apalagi diperlihatkan, tidak jauhnya seperti dia melakukan kejahatan yang tidak ingin diketahui masyarakat. Sebagian ulama shufi yang lain menekankan pada dasar ikhlas yaitu tidak ingin dipuji oleh orang lain.
Bagi pandangan kaum shufi, ibadah dan ikhlas tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lainnya, selalu saling kait mengkait antara yang satu dengan lainnya. Dalam hal ini, bila diibaratkan bagaikan tubuh, maka ikhlas adalah rohnya. Ibadah yang tidak dilakukan dengan ikhlas bagaikan tubuh tanpa roh alias bangkai. Jika bangkai itu dibiarkan lama kelamaan akan membawa penyakit yang amat berbahaya. Hal ini disebabkan keberadaan ikhlas adalah sebagai sumber motivasi  ibadah seseorang, sekaligus jantung dan nyawanya. Tanpa rasa ikhlas ibadah seseorang tidak akan berlangsung lama. Tergantung musim dan lingkungannya. Jika lingkungannya mendorong untuk beribadah, maka semangatnya timbul. Sebaliknya bila sepi dari rangsangan atau dorongan tertentu, lemah dan malas. Lain halnya dengan ibadah yang dilakukan dengan ikhlas, dia akan terus beribadah tanpa menunggu dorongan atau rangsangan dari lingkungannya. Ada orang yang melihat atau tidak, dicela atau dipuji, sendirian ataupun bersama banyak orang, tetap saja melakukan ibadah sesuai dengan dorongan hati nuraninya yang semata-mata mengharapkan pujian dan sanjungan dari Allah SWT.
Bila dalam diri kita masih terdapat perasaan, rangsangan dan dorongan yang ditimbulkan dari lingkungan sekitarnya dalam melaksanakan ibadah, misalnya ingin dilihat orang lain, dipuji dan disanjung-sanjung dan lain sebagainya, berarti secara tidak sadar, diri kita sudah terjebak dalam lumpur riya’. Lebih jelasnya bisa dilihat dari ciri-ciri seseorang yang terjangkit penyakit riya’. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW :
Empat macam tanda bukti orang yang riya’, yaitu :
  1. Malas ketika sedang sendirian.
  2. Sangat tangkas/giat dihadapan orang banyak.
  3. Amal ibadahnya meningkat ketika dipuji.
  4. Menurun ketika perilaku/ibadahnya dicela.
Empat macam ciri inilah yang dapat dipergunakan untuk mengoreksi diri dalam setiap melaksanakan ibadah, dengan tujuan agar terhindar dari penyakit riya’. Dan dengan bekal ilmu tentang ciri-ciri riya’ ini, maka seseorang dapat mengoreksi dirinya barangkali sudah kerasukan penyakit yang sangat berbahaya ini. Apabila seseorang senantiasa melakukan koreksi terhadap gejala-gejala riya’ ini, akan senantiasa terhindar dari kehancuran amal ibadahnya, sehingga semua amal ibadahnya akan diterima oleh Allah SWT. Mengingat bila kita terjebak kedalam penyakit riya’ amal ibadah yang telah dilakukan tidak membawa manfaat sama sekali, karena ditolak oleh Allah. Lebih celaka lagi akan dimasukkan oleh Allah kedalam neraka jahannam.
Gambaran yang lebih jelas mengenai sifat riya’ yang menggerogoti amal sholeh dan membawa kesia-siaan dan kehancuran. Sifat riya’ pada akhirnya hanyalah membawa penyesalan bagi pelakunya. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam hadistnya yang panjang yang artinya sebagai berikut : “Ketika tiba saat hari kiamat, Allah memutuskan semua urusan makhluqnya, semuanya tunduk kepadaNya, yang dipanggil adalah pembaca Al-Quran, lalu ditanyakan kepadanya : “Kamu telah mempelajari apa yang telah diwahyukan kepada utusanKu?” Jawabnya : “Ya Tuhan”,  “lalu apa yang kamu amalkan didalamnya?” “aku membacanya dimalam ataupun disiang hari”. Kemudian Allah dan malaikat-Nya menyanggahnya : “kamu telah berbohong, karena semua itu kamu lakukan hanya karena dipuji orang, dan itu sudah terlaksana di dunia”. Yang kedua ialah para hartawan, lalu ditanyakan kepadanya : “Harta yang Aku berikan kepadamu, kau buat untuk apa saja?” Jawabnya : “Kubelanjakan demi menyambung sanak famili dan disedekahkan”. Lalu disanggah oleh Allah dan malaikatNya : “Kamu bohong karena semua itu kamu lakukan agar kamu disebut dermawan, dan itu sudah terlaksana”. Yang ketiga adalah orang mati sabil (syahid), berperang dijalan Allah, lalu ditanyakan kepadanya : “Kenapa kamu terbunuh?” jawabnya : “Berperang fi sabilillah”. Lalu disanggah oleh Allah dan para MalaikatNya : “Kamu bohong, karena tujuanmu supaya kamu disebut pahlawan yang gagah berani, dan hal semacam itu sudah terlaksana di dunia”.
Kata Abu Hurairah : “Lalu Rasulullah SAW. Menepuk lututku seraya bersabda : “Hai Abu Hurairah, ketiga macam manusia itulah yang paling awal disiksa dineraka”. Dan ketika Muawiyah mendengarnya,  langsung menangis dan berkata : “Sungguh benar Allah dan RasulNya, dia sitir Al-quran Surat Hud 15-16 :
“Barang siapa (tujuan amalnya) hanya menghendaki kesenangan dan keindahan dunia, pasti kami sempurnakan balasannya didunia, sedikitpun tidak dikurangi. Itulah orang-orang yang tidak ada balasannya diakhirat, kecuali neraka, lenyaplah semua amal usahanya dan sia-sialah pekerjaannya”.
Begitulah akhirnya perjalanan amal yang tidak disertai niat yang ikhlas. Amal perbuatannya tidak mendapatkan pahala sama sekali, karena ditolak oleh Allah. Pada akhirnya sangat memprihatinkan sekali karena harus dimasukkan kedalam neraka jahannam, Na’udzu billah.(Sumber "Tashawwuf dan jalan hidup para wali" Karya Ust. Labib MZ dan Drs. Moh Al-'Aziz)

Minggu, 04 Desember 2011

MARGALUYU 151

MAKNA MARGALUYU 151;
MARGA, artinya Jalan Lurus
LUYU, artinya Luhur atau Suci
1, maknanya Dasar tujuan yang kuat untuk membangun
5, maknanya PANCASILA
1, maknanya Membela/kemenangan/kejayaan
Jadi arti MARGALUYU 151 adalah "Jalan menuju kehidupan yang berbudi suci dan luhur", Oleh karenanya, setiap warga MARGALUYU 151 harus mempunyai dasar tujuan, tekad yang bulat untuk membela,mempertahankan,dan memenangkan PANCASILA untuk selanjutnya dihayati dan diamalkan.

MAKNA BENDERA
Warna bendera MARGALUYU 151 adalah Merah, Kuning, Hitam.
Merah, maknanya Berani
Kuning, maknanya Keluhuran/Kemuliaan
Hitam, maknanya Langgeng/Abadi

MAKNA LAMBANG
Lambang MARGALUYU 151 adalah Tangan Menangkap Petir yang bermakna bahwa setiap warga MARGALUYU 151 harus berani menghadapi serangan bahaya betapapun tingginya dengan tekad pantang mundur.

Dalam tata beladiri Gerak Badan Pencak MARGALUYU 151 bersumber pada kekuatan pernapasan yang dikendalikan oleh RASA, CIPTA dan KARSA/KARYA yang selalu dalam perlindungan Ridho Tuhan Yang Maha Esa.

Banyaknya jurus dalam Gerak Badan Pencak MARGALUYU 151 adalah:

  1. Jurus Dasar terdiri dari 10 Jurus.
  2. Jurus Kombinasi ada 10 Jurus tambahan.
  3. Jurus Pamungkas atau "Jurus R" yang terdiri dari 22 tumpuan.
Semua fungsi dan kegunaan setiap Jurus dijelaskan dan diperagakan pada setiap pelatihan.